BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pengujian
mikrobiologis terhadap produk perbekalan farmasi dan makanan yang beredar
diseluruh Indonesia sangat perlu dilakukan dengan mengingat bahwa produk
tersebut sangat mudah dikontaminasi oleh mikroorganisme.Keberadaan
mikroorganisme dalam perbekalan farmasi dan makanan tidak diharapkan, karena
berdampak negative terhadap kesehatan para konsumen.Disamping itu juga dalam
rangka menghadapi era globalisasi dan ketersediaan semua produk-produk dalam
bentuk siap pakai, maka pengontrolan dan pengujian secara mikrobiologik
terhadap produk perbekalan farmasi dan makanan mutlak dibutuhkan.
Seiring
dengan kemajuan teknologi, manusia terus melakukan perubahan-perubahan dalam
hal pengolahan bahan makanan.Hal ini wajar sebab dengan semakin berkembangnya
teknologi kehidupan manusia semakin hari semakin sibuk sehingga tidak mempunyai
banyak waktu untuk melakukan pengolahan bahan makanan yang hanya mengandalkan
bahan mentah yang kemudian diolah di dapur.Dalam keadaan demikian, makanan
cepat saji (instan) yang telah diolah di pabrik atau telah diawetkan banyak
manfaatnya bagi masyarakat itu sendiri. Permasalahan atau pertanyaan yang
timbul kemudian adalah apakah proses pengawetan, bahan pengawet yang
ditambahkan atau produk pangan yang dihasilkan aman untuk dikonsumsi manusia?
Keamanan produk terutama pada makanan, kosmetik,
sediaan obat atau obat tradisional merupakan suatu tuntutan yang telah
dikemukakan sejak munculnya gangguan kesehatan manusia akibat adanya cemaran
mikroorganisme. Prduk ang tercemar mikroorganisme dapat memproduksi racun yang
dapat menyebabkan timbulnya suartu penyakit.
Suatu sediaan dikatakan rusak bila terjadi perubahan
warna, perubahan bentuk (pecah, terdapat kristal, lembap), perubahan rasa,
perubahan bau, dan penguraian.
Maka untuk menghindari dan mengurangi kemungkinan
pencemaran suatu produk oleh mikroorganisme, dilakukan proses pengawetan
produk.
Penggunaan pengawet dalam suatu sediaan harus tepat, baik jenis maupun dosisnya. Suatu
bahan pengawet mungkin efektif untuk mengawetkan suatu produk tertentu, tetapi
tidak efektif untuk mengawetkan produk lainnya karena suatu
produk mempunyai sifat yang
berbeda-beda sehingga mikroba perusak yang akan dihambat pertumbuhannya juga
berbeda. Beberapa bahan pengawet yang umum digunakan adalah metil paraben, propil paraben, asam benzoat, dan
natrium benzoat.
B. Rumusan
Masalah
Adapun
rumusan masalah dalam praktikum ini adalah apakah
pengawet yang digunakan memiliki pengaruh yang besar terhadap banyaknya zona
bakteri yang dimilikinya?
C. Maksud
Praktikum
Adapun maksud praktikum ini yaitu untuk mengetahui dan memahami cara pengujian aktivitas bahan pengawet dari sediaan farmasi, dengan melibatkan
tingkat konsentrasi dan jenis bakteri yang digunakan.
D. Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini
adalah untuk menentukan daerah zona
hambat dari suatu pengawet, menentukan jumlah koloni bakteri dari daerah zona
hambat dengan variasi konsentrasi yang digunakan.
E. Manfaat
Praktikum
Manfaat praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat
mengetahui metode pengujian aktivias bahan pengawet terhadap sediaan
bahan farmasi dan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari.
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
A.
Teori Umum
Bahan
pangan atau makanan disebut rusak atau
tidak layak dimakan jika sifat-sifat bahan pangan atau makanan tersebut telah berubah.
Kerusakan pangan dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain adanya
pertumbuhan dan aktivitas mikroorganisme,
kerusakan karena serangga atau binatang pengerat, adanya aktivitas enzim
dan non enzim dalam bahan makanan, dan adanya kerusakan fisik, misalnya karena
proses pembekuan, pengeringan, pemanasan, dan tekanan (Maksum. 2011).
Gejala keracunan sering terjadi
ketika seseorang mengkonsumsi makanan yang mengandung bahan-bahan berbahaya,
termasuk mikroorganisme, yang tidak dapat terdeteksi langsung dengan indera
manusia.Bahan-bahan kimia berbahaya yang terdapat dalam makanan sulit diketahui
secara langsung sehingga sering menyebabkan keracunan makanan (Maksum. 2011).
Mikroorganisme berbahaya yang
terdapat dalam makanan kadang-kadang dapat dideteksi jika pertumbuhan
mikroorganisme tersebut menyebabkan pertumbuhan mikroorganisme tersebut
menyebabkan perubahan tertentu pada makanan, misalnya menimbulkan bau asam, bau
busuk, dan lain-lain.Akan tetapi, tidak semua mikroorganisme menimbulkan
perubahan yang mudah diketahui sehingga sering menimbulkan masalah jika kita
mengkonsumsi makanan tersebut (Maksum.
2011).
Pada prinsipnya, upaya pengawetan
bahan makanan didasarkan pada (Maksum.
2011) :
(a)
pencegahan atau penghilangan kontaminasi mikroorganisme.
(b)
penghambat pertumbuhan dan metabolisme organism.
(c)
pembunuhan mikroorganisme kontaminan.
Pemilihan metode pengawetan makanan
harus memperhatikan jenis spora bakteri yang tahan terhadap pemanasan yang kemungkinan terdapat dalam
bahan makanan tersebut. (Maksum. 2011).
Penanganan bahan
makanan secara aseptis sangat penting dilakukan agar makanan tidak
tercemar serta mengurangi kerusakan makanan dan memperkecil kemungkinan
kontaminasi oleh bakteri patogen (Maksum.
2011).
Pengepakan, pengemasan, dan
pengalengan makanan yang telah diolah harus memenuhi cara produksi makanan yang
baik agar makanan terhindar dari mikroorganisme yang dapat merusak makanan(Maksum. 2011).
Untuk menghindari dan mengurangi
kemungkinan pencemaran suatu produk oleh mikroorganisme, dilakukan proses
pengawetan produk. Secara garis besar tehnik pengawetan dapat dibagi dalam tiga
golongan yaitu pengawetan secara alami, pengawetan secara biologis dan
pengawetan secara kimia.Syarat zat pengawet adalah mampu membunuh kontaminan
mikroorganisme, tidak toksik atau menyebabkan iritasi pada pengguna, stabil dan
aktif, serta selektif dan tidak bereaksi dengan bahan (Sylvia. 2008).
Tehnik pengawetan produk (Sylvia. 2008) :
a.
Proses pengawetan secara alami
meliputi proses
pemanasan dan pendinginan. Teknik liofilisasi atau teknik pengeringan beku
merupakan teknik preservasi (pengawetan) yang sangat terkenal dan biasa digunakan
untuk mikroorganisme dengan kisaran yang luas.Penerapan teknik tersebut
diperkenalkan oleh Perlman dan kikuchi (1977) dan Heckly (1978). Teknik ini
termasuk pengawetan secara alami denga cara pembekuan kultur yang diikuti
dengan pengeringan dalam keadaan vakum
untuk menghasilkan sublimasi air sel. Teknik ini melibatkan pertumbuhan kultur
ke fase sel stasioner yang maksimal dan meresuspensi sel dalam media seperti
susu, serum, atau natrium glutamat. Beberapa tetes suspensi ditransfer ke dalam
ampul, kemudian dibekukan dan divakumkan sampai terjadi sublimasi sempurna, dan
ampul ditutup.Ampul disimpan dalam pendingin dan dapat bertahan hidup selama 10
tahun atau lebih.
b.
Pengawetan secara Biologis
Proses pengawetan secara biologis dapat
dilakukan dengan fermentasi (peragian), yaitu proses perubahan karbohidrat
menjadi alkohol. Zat –zat yang bekerja
pada proses ini adalah enzim yang dibuat oleh sel-sel ragi. Lamanya proses
peragian tergantung pada bahan yang akan diragikan.
c.
Pengawetan secara Kimia
pada
proses pengawetan secara kimia, digunakan bahan-bahan kimia yang bersifat dapat
mencegah pertumbuhan mikroorganisme. Sebagai contoh adalah penggunaan gula
pasir, garam dapur, nitrat, nitrit, natrium benzoat, asam propionat, asam
sitrat, garam sulfat, dan lain-lain. Proses pengasapan juga termasuk cara
kimia, sebab bahan-bahan kimia dalam asap dimasukkan kedalam bahan makanan yang
akan diawetkan.
Pengawetan
dengan cara dehidrasi. Dehidrasi dapat digunakan untuk menngawetkan bahan
makanan terutama karena menghambat pertumbuhan; mikroorganismenya sendiri tidak
selalu terbunuh. Pertumbuhan mikroorganisme dapat dicegah dengan cara
mengurangi kelembapan lingkungannya sampai dibawah titik kritis. Titik kritis
ditentukan oleh ciri-ciri organisme yang bersangkutan dan oleh kepastian bahan
makanan untuk mengikat air sehingga tidak tersedia sebagai kelembapan bebas
yang dapat ditiadakan oleh proses dehidrasi (Pelcaar. 2009).
Walaupun khamir dan kapang relatif
resisten terhadap perubahan osmotik, tetapi proses-proses pengawetan pangan
yang didasarkan pada prinsip ini bagaimanapun juga sangat bermanfaat. Jeli dan
selai jarang diganggu oleh kegiatan bakteri karena kadar gulanya tinggi. Namun,
seringkali dijumpai juga pertumbuha kapang pada permukaan jeli yang terbuka ke
udara. Hasil yang sama kita peroleh bila mengawetkan daging dan bahan makanan
lain dalam larutan garam. Tekanan osmotik yang tinggi dapat menghambat
pertumbuhan mikroba, tetapi tidak dapat diandalkan untuk mematikan organisme (Irianto. 2006).
Hanya beberapa macam zat kimia
secara hukum diterima untuk digunakan dalam pengawetan makanan.Diantaranya yang
paling efektif ialah asam benzoat, sorbat, asetat, laktat dan propionat,
kesemuanya ini adalah asam organik.Asam sorbat dan propionat digunakan untuk menghambat
pertumbuhan kapang pada roti.Nitrat dan nitrit, yang dipergunakan untuk
mengawetkan daging (terutama untuk mengawetkan warna) bersifat menghambat
pertumbuhan beberapa bakteri anaerobik, terutama Clostridium botulinum.Kemungkinan nitrit bersifat karsinogenik (
mengakibatkan penyakit kanker) bagi manusia menimbulkan keragu-raguan mengenai
kelangsungan penggunaanya (Irianto.
2006).
Pengawetan dengan cara meningkatkan
tekanan osmotik. Air akan ditarik keluar dari sel mikroorganisme bila sel
tersebut dimasukkan kedalam larutan yang mengandung sejumlah besar substansi
terlarut seperti gula atau garam. Dengan perkataan lain, sel tersebut mengalami
dehidrasi, metabolisme terhenti, dan dengan demikian memperlambat atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme(Pelcaar. 2009).
Setiap zat antimikroba dapat
bersifat pengawet, meskipun demikian semua zat antimikroba adalah zat yang
beracun. Untuk melindungi konsumen secara maksimum, pada penggunaan harus di
usahakan agar pada kemasan akhir kadar pengawet yang masih efektif lebih rendah
dari kadar yang dapat menimbulkan keracuna pada manusia (Ditjen POM. 1995).
Pengujian
berikut dimaksudkan untuk menunjukkan efektifitas pengawet antimikroba yang
ditambahkan pada sediaan dosis ganda yang dibuat dengan dasar atau bahan
pembawa berair seperti produk-produk parenteral, telinga, hidung dan mata, yang
dicantumkan pada etiket produk bersangkutan.Pengujian dan persyaratan hanya
berlaku pada produk di dalam wadah asli belum dibuka yang didistribusikan oleh
produsen (Ditjen POM. 1995).
B.
Uraian Bahan
1.
Air suling (Ditjen POM, 1979)
Nama
resmi : Aqua Destillata.
Nama
lain : Air suling/aquadest.
RM/BM : H2O / 18,02.
Pemerian : Cairan
jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak mempunyai rasa.
Penyimpanan : Dalam
wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagai pelarut.
2.
Agar
(Dirjen POM, 1979)
Nama
resmi : Agar
Sinonim : Agar-Agar
Pemerian :
Berkas potongan memanjang, berlekatan atau berbentuk keping, serpih atau
butiran, jingga lemah kekuningan sampai kuning pucat atau berwarna, tidak
berbau atau lemah, rasa berlendir.
Kelarutan :Praktis tidak larut dalam air , dan larut dalam air mendidih.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagai pemadat
3.
Pepton
(Dirjen POM,1979)
Nama Resmi :
Pepton
Sinonim :
Pepton Kering
Pemerian : Serbuk; kuning kemerahan sampai coklat; bau
khas, tidak busuk.
Kelarutan : Larut
dalam air; memberikan larutan berwarna coklat kekuningan yangbereaksi agak
asam; praktis tidak larut dalam etanol (95 %) P dan dalam eter P.
Penyimpanan : Dalam wadah
tertutup baik.
Kegunaan :Sebagai protein
4. Ekstrak Beef (Dirjen POM, 1995)
Nama resmi : Beef extrak
Sinonim :
Kaldu nabati dan kaldu hewani.
Pemerian : Berbau
dan berasa pada lidah.
Kelarutan : Larut dalam air dingin.
Penyimpanan : Dalam
wadah tertutup rapat.
5.
Asam
Benzoat (Ditjen POM, 1979)
Nama
resmi : ACIDUM BENZOICUM
Nama
lain : Asam
benzoate
RM/
BM : C7H602
/ 122,12
Pemerian :
hablur halus dan ringan; tidak berwarna; tidak berbau
Kelarutan : larut dalam lebih kurang 350 bagian air
dalam lebih kurang 3 bagian etanol (95%P), dalam 8 bagian kloroform P dan dalam
3 bagian eter P.
Penyimpanan : dalam
wadah tertutup baik
Kegunaan :
sebagai bahan pengawet
6.
Metil
Paraben (Ditjen POM, 1979)
Nama
resmi : METHYLIS PARABENUM
Nama
lain : Metil paraben,
Nipagin M
RM/
BM : C8H8O3
/ 152,15
Pemerian :
serbuk hablur halus; putih; hamper tidak berbau; tidak mempunyai rasa; kemudian
agak membakar diikuti rasa tebal
Kelarutan :larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian
air mendidih, dalam 3,5 bagian etanol (95%P) dan dalam 3 bagian aseton P; mudah
larut dalam eter P dan dalam larutan alkali hidroksida.
Penyimpanan : dalam wadah tertutp baik
Kegunaan
: sebagai bahan
pengawet
7.
Natrium
Benzoat (Ditjen POM, 1979)
Nama resmi :
NATRII BENZOAS
Nama lain :
Natrium benzoate
RM/ BM :
C7H5NaO2 / 144,11
Pemerian : butiran atau serbuk
hablur; putih; tidak berbau atau hampir tidak berbau
Kelarutan : larut dalam 2 bagian air dan dalam 90
bagian etanol (95%P).
Penyimpanan :
dalam wadah tertutup baik
Kegunaan :
sebagai bahan pengawet
8. Propil
Paraben (Ditjen POM, 1979)
Nama resmi :
PROPYLIS PARABENUM
Nama lain :
Propil Paraben / Nipasol
RM/ BM :
C10H12O3 / 180,21
Pemerian :
hablur atau serbuk hablur; putih atau kuning gading muda; tidak berbau; rasa
pahit
Kelarutan :
sangat sukar larut dalam air; agak sukar larut dalam etanol (95%)P; larut dalam
larutan alkali hidroksida
Penyimpanan :
dalam wadah tertutup baik
Kegunaan :
sebagai bahan pengawet
9.
Glukosa (Ditjen POM, 1979)
Nama resmi :
GLUCOSUM
Nama lain :
Glukosa
RM/ BM :
C6H12O6.H2O / 198,17
Pemerian : hablur tidak berwarna, serbuk
hablur atau butiran putih; tidak berbau, rasa manis
Kelarutan :mudah
larut dalam air, sangat mudah larut dalam air
mendidih, agak sukar larut dalam etanol (95%)P mendidih; sukar larut
dalam etanol (95%)P.
Penyimpanan :dalam
wadah tertutup baik
Khasiat :sebagai
desinfektan
C.
Bakteri Uji
1.
Aspergillus
niger
a.
Klasifikasi
(Garrity,2004)
Domain
: Eukaryota
Kerajaan : Fungi
Filum
: Ascomycota
Upafilum
: Pezizomycotoina
Class :
Eurotiomycetes
Ordo : Eurotiales
Familia : Trichomaceae
Genus : Aspergillus
Species :
Aspergillus niger
b.
Morfologi (wikipedia.org)
Aspergillus
niger merupakan fungi dari filum ascomycetes yang berfilamen, mempunyai hifa
berseptat, dan dapat ditemukan melimpah di alam. Fungi ini biasanya diisolasi
dari tanah, sisa tumbuhan dan udara di dalam ruangan.Koloninya berwarna putih
pada PDA 25oC dan berubah menjadi hitam ketika konidia dibentuk. Kepala
konidia dari A. niger berwarna hitam,
bult cenderung memisah menjadi bagian-bagian yang lebih longgar seiring dengan
bertambahnya umur.
2.
Candida albicans
a. Klasifikasi (Garrity, 2004)
Kingdom : Protista
Phylum : Bryophyta
Class :
Deuteromycetes
Ordo : Saccharomycetales
Famili : Cryptococcaceae
Genus : Candida
Spesies : Candida albicans
b.
Morfologi: (Chairuddin Lakare, 1999)
Pada sediaan mikroskopik eksudat,
Candida tampak sebagai ragi lonjong bertunas,gram positf,ukurannya 2-3 x
4-6 m dan sel-sel bertunas,gram positif
yang memanjang menyerupai lifa (pseudehifa). Pada agar Saboraud yang dieramkan
pada suhu kamar, terbentuk koloni-koloni lunak yang berwarna krim yang
mempunyai bau seperti ragi.Pertumbuhan permukaan terdiri darisel-sel yang bertunas
yang lonjong.Pertumbuhan yang tertutup terdiri dari pseudomisellium.Ini terdiri
dari pseudohifa yang membentuk blastospora pada nodus-nodus dan kadang-kadang
khlamidospora dan ujung-ujungnya.Dapat meragikan glukosa dan maltosa,
menghasilkan asam dan gas.Menghasilkan asam dari sukrosa dan tidak bereaksi
dengan laktosa.
3. Pseudomonas aeruginosa (Yulistrianti, 2006)
a.
Klasifikasi
Kingdom :
Prokariotik
Divisio : Protophyta
Ordo : Pseumonadales
Sub
Ordo : Pseumonnadineae
Family : Psedomonadaceae
Genus : Psedoumonas
Species : Psedoumonas
aeroginosa
b.
Morfologi
Bentuk batang bulat 0,5 – 1,5 mili
mikron, ciri petumbuhan pada agar sel putih, dan sel tampak sendiri dan
berpasangan, divisi lebih dari satu dan berkelompok mengemnbang sampai tak beraturan.
4. Staphylococcus aureus (Garity, 2004)
a.Klasifikasi
Domain
: Bacteria
Phylum
: Firmicutes
Class : Bacilli
Ordo : Eubacteriales
Familia : Micrococcaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphylococcus
aureus
b. Morfologi
Termasuk bakteri gram negatif, tidak
berspora banyaknya besarnya
bervariasi, bergerak dengan
flagel peritlin tumbuh dengan cepat pada
pembenihan biasa tetapi
tidak merugikan laktosa /
sukrosa. Merupakan asam
dan beberapa gas
dari glukosa dan maltosa. Cenderung menghasilkan hydrogen sulfida, dapat hidup dalam
air yang dibekukan. Untuk masa
yang lama, resisten terhadap zat kimia
tertentu seperti hijau
brilliant Na - tetrationat, Na
Dioksikholat, menghambat kuman
koliform dan bermanfaat untuk mengisolasi.
D. Prosedur Praktikum (Ditjen POM,1995)
1.
Mikroba Uji
Gunakan biakan mikroba
berikut:Candida albicans (ATCC
No.0231), Aspergillus niger (ATCC
No.8739),Pseudomonas aeurogenosa
(ATCC No.9027) dan Staphylococcus aureus
(ATCC No.6538). selain mikroba yang disebut di atas dapat digunakan mikoba lain
sebagai tambahan terutamajika dianggap mikroba bersangkutan dapat merupakan
kontaminan selamapenggunaan sediaan tersebut.
2. Media
Untuk biakan awalmikroba
uji, pili media agar yang sesuai untuk pertumbuhan yang subur mikroba uji,
seperti Soybean-Casein Digest Agar Media
yang tertera pada Uji Batas Mikroba.
3. Prosedur
Jika wadah sediaan dapat
ditrembus secara aseptikmengunakan jarum suntik melalui sumbat karet, lkukan
pengujian pada lima wadah asli sediaan. Jika wadah sediaan tidak dapat ditembus
secara aseptis, pindahkan 20 ml sampel ke dalam masing-masing tabung
bakteriologik bertutup, berukuran sesuai dan steril. Inokulasi masing-masing
wadah atau tabung dengan salah satu suspensi mikroba baku, menggunnakan
perbandingan 0,10 ml inokula setara dengan 20 ml sediaan, dan campur. Mikroba
uji dengan jumlah yang sesuai harus ditambahkn sedemikian rupa hingga jumlah
mikroba di dalam sediaan uji segera setelah inokulasi adalah antara 100.000 dan
1.000.000 per ml. Tetapkan jumlah mikroba viabel di dalam tiap suspensi
inokula, dan hitung angka awal mkroba tiap ml sediaan yang diuji dengan metode
lempeng. Inkubasi wadah atau tabung yang telah diinokulasi pada suhu 20o
sampai 25 o. Amati wadah atau tabung pada hari ke-7, ke-14, ke-21
dan ke-28 sesudah inokulasi, catat tiap perubahan yang terlihat dan tetapkan
jumlah mikroba viabel pada tiap selang waktu tersebut dengan metode lempeng.
Dengan menggunakan bilangan teoritis mikroba pada awal pengujian, hitung
perubahan kadar dalam persentipmikroba selama pengujian.
4. Penafsiran Hasil suatu Pengawet
Penafsiran hasil suatu pengawet
dinyatakan efektif di dalam contoh yang di uji, jika :
a. Jumlah bakteri viabel pda
ari ke 14berkurang hingga tidak lebih dari 0,1% dari jumlah awal.
b. Jumlah kapang dan khamir
viabel selama 14 hari pertama adalah
tetap atau kurang darijumlah awal.
c. Jumlah tiap mikroba
uji selamahari tersisa dari 28 haripengujian adalah tetapatau kurang dari
bilangan yang disebut pada a dan b.
BAB
III
KAJIAN
PRAKTIKUM
A.
Alat
yang Dipakai
Alat-alat yang
digunakan pada percobaan ini adalah autoklaf, batang pengaduk, botol pengencer, cawan Petri, erlenmeyer, gelas ukur, gelas kimia, inkubator, lampu spiritus, ose bulat, penggaris, pinset, sendok tanduk besi, spoit 1 ml, 5 ml dan 10
ml, timbangan
analitik, dan vial
B.
Bahan
yang Digunakan
Bahan-bahan yang
digunakan pada percobaan ini adalahair suling, asam benzoate, Aspergillus niger
(AN) agar, Candida albicans (CA)
ekstrak beef, glukosa kertas label,
kapas, kertas, kertas saring, metil paraben, natrium benzoate, pepton, propil
paraben, Pseudomonas aeruginosa (PA),
Staphylococcus aureus (SA).
C.
Cara
Kerja
1.
Penyiapan
Sampel
Disiapkan 4 jenis pengawet masing-masing
metal paraben, natrium benzoate, propel paraben dan asam benzoate. Ditimbang
masing-masing untuk dibuat konsentrasi 0,1% dan 0,2%. Dilarutkan masing-masing
pengawet ke dalam pelarut yang sesuai. Dimasukkan ke dalam vial dengan konsentrasi
yang berbeda-beda untuk masing-masing pengawet.
2.
Penyiapan
Bakteri Uji
a.
Peremajaan
mikroba uji
Disiapkan alat dan bahan, diambil 1 ose
dari biakan murni mikroba uji Aspergillus
niger kemudian diinokulasikan pada medium NA miring kemudian diinkubasikan
selama 24 jam pada suhu 37oC untuk bakteri.
b.
Pembuatan
suspensi mikroba uji
Mikroba hasil peremajaan , masing-masing
disuspensikan dengan larutan NaCl 0,9% steril kemudian diukur transmitans
menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang 580 nm pada 25% T untuk bakteri, sebagai
blanko digunakan larutan NaCl 0,9% steril.
3.
Pengujian
Aktivitas Pengawet
a.
Untuk
konsentrasi 0,1%
Dimasukkan 9 ml medium PDA (Potato
Dextrosa Agar)ke dalam vial kemudian ditambahkan 1 ml pengawet konsentrasi 0,1%
yang digunakan (metil paraben, propel paraben, asam benzoate, natrium benzoate)
lalu ditambahkan 0,02 ml suspense bakteri Aspergillus
niger dan dihomogonken. Dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah diberi
label masing-masing pengawet dan dibiarkan hingga memadat. Setelah memadat
dimasukkan cawan petri ke dalam enkas selama 3x24 jam. Dilakukan pengamatan
pada hari ke-0, 7, 14 dan 28.
b.
Untuk
konsentrasi 0,2%
Dimasukkan 9 ml medium PDA (Potato
Dextrosa Agar)ke dalam vial kemudian ditambahkan 1 ml pengawet konsentrasi 0,1%
yang digunakan (metil paraben, propel paraben, asam benzoate, natrium benzoate)
lalu ditambahkan 0,02 ml suspense bakteri Aspergillus
niger dan dihomogonken. Dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah diberi
label masing-masing pengawet dan dibiarkan hingga memadat. Setelah memadat
dimasukkan cawan petri ke dalam enkas selama 3x24 jam. Dilakukan pengamatan
pada hari ke-0, 7, 14 dan 28.
BAB
IV
KAJIAN
HASIL PRAKTIKUM
A.
Hasil
Pengamatan
1. Tabel Pengamatan
|
||||||||
KELOMPOK
|
PENGAWET
|
MIKROBA UJI
|
[ ]
|
JUMLAH KOLONI MIKROBA UJI
|
||||
HARI KE-
|
||||||||
1
|
7
|
14
|
28
|
|||||
I
|
Propil paraben
|
CA
|
0.10%
|
-
|
-
|
3
|
-
|
|
Propil paraben
|
CA
|
0.20%
|
-
|
-
|
20
|
-
|
||
Propil paraben
|
EC
|
0.10%
|
-
|
-
|
-
|
-
|
||
Propil paraben
|
EC
|
0.20%
|
33
|
-
|
-
|
-
|
||
II
|
As. Benzoat
|
AN
|
0.10%
|
|
|
|
|
|
As. Benzoat
|
AN
|
0.20%
|
-
|
7
|
8
|
-
|
||
As. Benzoat
|
SA
|
0.10%
|
-
|
-
|
-
|
-
|
||
As. Benzoat
|
SA
|
0.20%
|
-
|
7
|
13
|
-
|
||
III
|
Na. Benzoat
|
PA
|
0.10%
|
8
|
17
|
18
|
-
|
|
Na. Benzoat
|
PA
|
0.20%
|
6
|
-
|
-
|
-
|
||
Na. Benzoat
|
AN
|
0.10%
|
5
|
8
|
-
|
-
|
||
Na. Benzoat
|
AN
|
0.20%
|
7
|
9
|
-
|
-
|
||
IV
|
Metil paraben
|
CA
|
0.10%
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
Metil paraben
|
CA
|
0.20%
|
-
|
-
|
-
|
-
|
||
Metil paraben
|
PA
|
0.10%
|
-
|
62
|
-
|
-
|
||
Metil paraben
|
PA
|
0.20%
|
-
|
83
|
-
|
-
|
||
BAB V
Pembahasan
Pengawet
antimikroorganisme adalah zat yang ditambahkan pada sediaan obat untuk
melindungi sediaan tersebut terhadap kontaminasi mikroorganisme.Adapun maksud praktikum ini yaitu untuk mengetahui dan memahami cara pengujian aktivitas bahan pengawet dari sediaan farmasi, dengan melibatkan
tingkat konsentrasi dan jenis bakteri yang digunakan. Sedangkan tujuan dari praktikum ini adalah untuk
menentukan daerah zona hambat dari
suatu pengawet, menentukan jumlah koloni bakteri dari daerah zona hambat dengan
variasi konsentrasi yang digunakan.
Mekanisme kerja bahan pengawet untuk merusak
mikroorganisme adalah terhadap toksisitas primernya artinya diarahkan kembali
pada kerja racun sel, yang mengembangkan pada dinding sel atau bagian-bagian
sel lainnya. Tergantung dari konsentrasi bahan pengawet yang terdapat dalam
sediaan obat, maka aksinya dapat dibedakan atas :
a.
Pada
konsentrasi yang sangat rendah terjadi suatu penimbunan pada membran
sitoplasma, yang mengarahkan pada suatu perkoasilitas yang meninggi dari
rentang sitoplasma, tanpa mengganggu atau merusak sel.
b.
Pada
konsentrasi mikrobiotik, artinya pada konsentrasi yang menyebabkan suatu
pemblokiran pertumbuhan, perubahan membran, bersifat toksis. Hal tersebut
disebabkan karena terjadi akumulasi bahan pengawet dalam membran sitoplasma dan
kadang-kadang juga dalam bagian sel.
c.
Pada
konsentrasi mikrobisid, artinya pada konsentrasi yang menyebabkan kematian sel
hal ini disebabkan karena tingginya kadar bahan pengawet tersebut didesak masuk
ke dalam bagian sel yang lebih dalam, sehingga dapat menyebabkan terjadinya
proses desemulsifikasi, koagulasi, persipitasi dan dalam keadaan ekstern
mengarah kepada otolisa yaitu mengalirnya keluar komponen intraseluer.
Suatu bahan pengawet diharapkan mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut :
a.
Tersatukan
secara fisiologis, pada konsentrasi yang dipakai tidak boleh muncul sikap
toksis, alergi atau sensibilitasi
b.
Tersatukan
dengan aktif dan bahan pembantu
c.
Stabilitas
kimia, dikehendaki suatu stabil panas tertentu
d.
Bau
dan rasa, trutama pada pemakaian per oral sebaiknya tidak berbau dan berasa.
e.
Spektrum
kerja, pada konsentrasi yang diinginkan tetap bersifat bakteriosida,
bakteriostatika. Fungisida, fungistatika. Aktivitas tersebut sebaiknya muncul
dengan singkat.
Untuk alasan yang paling
mendasar mengenai pemakaian konsentrasi yang berbeda pada tiap-tiap sampel
bahan pengawet yakni untuk membandingkan jumlah atau banyaknya koloni bakteri
yang muncul pada pengamatan selama 1 bulan tersebut. Dimana juga bergantung
pada jenis pengawet yang digunakan.
Pengamatan dilakukan
selama sekali dalam seminggu, sebab batas waktu pertumbuhan mikroorganisme atau
bakteri koloni membutuhkan waktu yang agak lama untuk terus menerus berkembang
dalam suatu habitatnya. Sehingga penampakan bakteri koloni yang nantinya akan
diamati jumlahnya bisa mencapai batas yang tak terhingga (∞).
Untuk kelompok III, dengan menggunakan bahan pengawet
metil paraben dengan tingkat konsentrasi 0,1% dan 0,2%. Pada pseudomonas Aurelius
konsentrasi 0,1% jumlah koloni yang nampak muncul pada hari ke-1 dengan jumlah
8, hari ke-7 dengan jumlah koloni 17,
pada hari ke 14 jumlah 18 dan hari ke-28 dengan jumlah koloni TBUD. Sedangkan
untuk konsentrasi 0,2% jumlah koloni yang nampak muncul pada hari ke-1 dengan
jumlah 6, pada hari ke 7 sampai hari ke-28 adalah TBUD. Sedangkan untuk bakteri
uji Asperigilus nigger untuk konsentrasi 0,1% jumlah koloni yang
nampak muncul pada hari ke-1 dengan jumlah 5, lalu pada hari ke 7 dengan jumlah
8, sedangkan pada hari ke 14 dan hari ke-28 dengan jumlah koloni TBUD.
Sedangkan untuk konsentrasi 0,2% jumlah koloni yang nampak muncul pada hari
kesampai hari ke-.1 adalah 7, dan hari ke 7 dengan jumlah 9 kolonisedangkan pada hari ke 14 dan hari ke-28 adalah TBUD.
BAB V
PENUTUPDAN KESIMPULAN
A. Kesimpulan
Kesimpulan
yang dapat ditarik dari hasil praktikum ini adalah :
1.
Pengawet yang memiliki
efektifitas yang lebih baik dalam menghambat pertumbuhan mikroorganisme adalah
propil paraben, terlihat dari sedikit jumlah koloni yang tampak pada medium.
2.
Perbedaan konsentrasi
pengawet mempengaruhi keefektifitas dari pengawet tersebut, dimana konsentrasi
0,01% lebih menghambat mikroorganisme
dibandingkan konsentrasi 0,02%.
3.
Pada hari ke-28 diperoleh hasil koloni TBUD untuk
semua pengawet.
B. Saran
Sebaiknya setelah selesai praktikum asisten memberikan
penjelasan mengenai laporan(apa-apa saja yang perlu dimasukkan) sehingga
mempermudah praktikan dalam pembuatan laporan.
DAFTAR PUSTAKA
Burchanan, Egibbobins. 1974. Determinatif
Bakteriologi. The Williams and Wilkins Company.
Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia edisi III.
Depkes RI; Jakarta.
Ditjen POM. 1995. Farmakope Indonesia edisi IV. Depkes RI; Jakarta.
Garrity M. George,
2004. Taxonomic Autline of the Prokaryetos Bergey`s Manual Systemic
Bacteriology. Second edition.
Irianto, Koes. 2006. “Mikrobiologi,
Jilid I”. Yrama Widya. Bandung.
Pelcaar, Michael.2009. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Penerbit
Universitas Indonesia.
Pratiwi, Sylvia T. 2008.
“Mikrobiologi
Farmasi”. Erlangga. Jakarta.
Radji, Maksum. 2002.Buku Ajar Mikrobiologi. Penerbit
Buku Kedokteran EGC. Jakarta
LAMPIRAN
Skema Kerja
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar