MAKALAH FITOKIMIA II
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI SENYAWA STEROID DARI KULIT BATANG TUMBUHAN MAJA (Aegle marmelos (L.) Coreea)
Oleh
Kelompok IV
Kelas W2
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2013
BAB I
PENDAHULUAN
Keberadaan
tanaman sebagai obat sudah dikenal sejak ribuan tahun lampau. Bukti sejarah ini
terukir di helaian lontar, dinding-dinding candi dan kitab masa lalu. Resep
diwariskan turun-temurun, yang tadinya hanya dikenal kalangan tertentu kemudian
menyebar hingga masyarakat luas. Dunia mencatat tradisi herbal berkembang pesat
di dunia timur. Modernisasi mentautkan tanaman obat dengan dunia farmasi.
Perlahan-lahan keampuhannya diakui kalangan ilmiah. Walaupun begitu pemakaian
tradisional tetap mendapatkan tempat dengan langkah dan cara pengolahan yang
benar berkhasiat tanaman obat tidak akan berubah.
Pengobatan
tradisional dengan memanfaatkan tumbuhan berkhasiat obat merupakan pengobatan
yang menandai kesadaran untuk kembali ke alam (back to nature) adalah untuk
mencapai kesehatan yang optimal dan untuk mengatasi berbagai penyakit secara
alami.
Penggunaan
tanaman sudah diketahui efeknya dan khasiatnya tetapi belum diketahui komponen
senyawa kimianya, menyadari bahwa tumbuh-tumbuhan dapat mengandung beribu-ribu
kandungan senyawa kimia.
Negara
Indonesia yang kaya dengan obat-obatan asli karena memiliki hutan dan laut yang
sangat luas, dimana di dalamnya terkandung berbagai flora dan fauna yang dapat
dimanfaatkan dalam dunia pengobatan, khususnya pengobatan tradisional.
Pada tanaman obat mengandung banyak komponen
penyusun yang berkhasiat sebagai obat. Ada beberapa metode sederhana yang dapat
dilakukan untuk mengambil komponen kimia
berkhasiat ini, di antaranya dengan melakukan isolasi komponen kimia pada suatu sampel tanaman. Isolasi adalah
pemisahan komponen kimia yang terdapat dalam suatu ekstrak.
Tumbuhan Aegle
marmelos (L.) Correa merupakan salah satu jenis tumbuhan obat yang terdapat
di hutan tropis Indonesia. Tumbuhan inimemiliki beberapa nama daerah seperti
maja, gelepung, maja gedang, maja lumut, maja pahit,maja paek, dan maos.Aegle
marmelos berupa pohon dengan batang lurus, sampai 300 m di atas permukaan laut,
dahan banyak duri. Durinya ada didalam ketiak daun dengan panjang 2-3 cm
(Sastroamidjojo, 1997). Bagian dari tumbuhan ini banyak digunakan sebagai obat
tradisional. Daun tumbuhan A.marmelos menghasilkan essensial oil yang mempunyai
aktivitas antifungal (Ranaet al., 1997). Ekstrak metanol dari daun A.marmelos
menunjukkan aktivitas antiviral dengan mortalitas 75% pada dosis 150 mg/kg BB
(Balasubramanian et al., 1997), menunjukkan aktivitas toksit (Veerappan et al.,
2007), menunjukkan aktivitas analgesik (Shankarananthet al. , 2007).
BAB II
PEMBAHASAN
Klasifikasi Tanaman Maja (Aegle marmelos)
Kingdom :
Plantae
Sub kingdom :
Tracheobionta
Super Divisi :
Spermatophyta
Divisi :
Magnoliophyta
Kelas :
Magnoliopsida
Sub kelas : Rosidae
Ordo :
Sapindales
Famili :
Rutaceae
Genus :
Aegle
Spesies : Aegle
marmelos (L.) Corr
MORFOLOGI Tanaman Maja (Aegle marmelos )
Maja (Aegle marmelos) tumbuh
dalam bentuk pohon keras, berumur panjang (perenial) dengan tinggi 10 - 15 m.
Batang berkayu (lignosus), berbentuk silindris, batang tua kadang melintir satu
sama lain, berwarna coklat kotor, permukaan kasar. Percabangan banyak. Daun
tunggal, tersusun berseling (alternate), warna hijau, bentuk bulat telur,
panjang ± 7,5 cm, lebar ± 4,8 cm, ujung dan pangkal meruncing (acuminatus),
tepi kadang bergerigi tumpul (crenatus), susunan pertulangan menyirip
(pinnate), meluruh pada musim kemarau. Bunga majemuk, kelopak berbentuk bintang
(stellatus). Buah bulat agak lonjong, panjang 5 - 12 cm. Akar tunggang.
Perbanyakan bisa secara generatif (biji) maupun vegetatif (cangkok). Tumbuh di
dataran rendah sampai ketinggian ± 500 m dpl. Bisa tumbuh di lahan basah
seperti rawa-rawa maupun di lahan kering. Mulai belajar berbuah pada umur 5
tahun dan produksi maksimal dicapai setelah umur 15 tahun. Satu pohon bisa
menghasilkan 200-400 butir buah. Buah maja biasanya masak pada musim kemarau
bersamaan dengan daun-daunnya yang meluruh.
Steroid merupakan
senyawa yang memiliki kerangka dasar triterpena asiklik. Ciri umum steroid
ialah sistem empat cincin yang tergabung. Cincin A, B dan C beranggotakan enam
atom karbon, dan cincin D beranggotakan lima.
Steroid merupakan
salah satu golongan senyawa metabolic sekunder yang cukup penting dalam bidang
medis. Sampai sekarang lebih dari 150 jenis steroid telah terdaftar sebagai
obat (Suryelita, 2000). Beberapa jenis senyawa steroid yang digunakan dalam
dunia obat-obatan antara lain estrogen merupakan jenis steroid hormon seks yang
digunakan untuk
kontrasepsi sebagai penghambat ovulasi, progestin merupakan steroid sintetik
digunakan untuk mencegah keguguran dan uji kehamilan, glukokortikoid sebagai
anti inflamasi, alergi,demam, leukemia, dan hipertensi serta kardenolida
merupakan steroid glikosida jantung digunakan sebagai obat diuretik dan penguat
jantung (Doerge, 1982). Karena semakin meningkatnya kebutuhan akan obat-obatan
steroid, maka perlu diupayakan pencarian bahan baku yang lebih banyak untuk
mensintesis obat-obatan steroid dimasa yang akan datang.
Steroid adalah suatu golongan senyawa triterpenoid yang
mengandung inti siklopentana perhidrofenantren
yaitu dari tiga cincin sikloheksana dan sebuah cincin siklopentana. Dahulu sering digunakan sebagai hormon
kelamin,asam empedu, dll. Tetapi pada tahun-tahun terakhir ini makin banyak senyawa steroid yang
ditemukan dalam jaringan tumbuhan .Tiga senyawa yang biasa disebut fitosterol
terdapat pada hampir setiap tumbuhan tinggi yaitu:sitosterol,stigmasterol, dan
kampesterol.(Harborne, 1987; Robinson, 1995)
Menurut asalnya senyawa steroid dibagi atas:
1.
Zoosterol, yaitu steroid yang
berasal dari hewan misalnya kolesterol.
2.
Fitosterol,yaitu steroid yang
berasal dari tumbuhan misalnya sitosterol dan stigmasterol
3.
Mycosterol, yaitu steroid yang berasal
dari fungi misalnya ergosterol
4.
Marinesterol,yaitu steroid yang
berasal dari organisme laut misalnya spongesterol.
Berdasarkan jumlah atom
karbonnya, steroid terbagi atas:
1. Steroid dengan jumlah atom karbon 27, misalnya zimasterol
2. Steroid dengan jumlah atom karbon 28, misalnya ergosterol
3. Steroida dengan jumlah atom karbon 29, misalnya stigmasterol
Steroid adalah suatu kelompok
senyawa yang mempunyai kerangka dasar siklopentanaperhodrofenantrena, mempunyai
empat cincin terpadu. Senyawa-senyaw ini mempunyai efek fisiologis tertentu.
Beberapa steroid penting adalah kolesterol, yaitu steroid hewaniyang terdapat
paling meluas dan dijumpai pada hampir semua jaringan hewan. Batu kandung kemih
dan kuning telur merupakan sumber yang kaya akan senyawa ini. Kolesterol
merupakan zat-antara yang diperlukan dalm biosintesis hormon steroid,namun tak
merupakan keharusan dalam makanan, karena dapat disintesis dari asetilkoenzime
A. kadar koleseterol yang tinggi dalam darah dikaitkan dengan arteriosclerosis
(pengerasan pembuluh darah), suatau keadaan dalam mana kolesterol dan
lipid-lipid lain melapisi dinding-dalam pembuluh darah. Suatu steroid yang
berkaitan dengan kolesterol, yaitu 7-dehidrkolesterol, yang dijumpai
dalam kulit, diubah menjadi vitamin D bila disinari dengan cahaya
ultraviolet.
Kolesterol ditemukan dalam semua
organisme dan merupakan bahan awal untuk pembentukan asam empedu, hormon
steroid, dan vitamin D. Walaupun kolesterol esensial bagi mahluk hidup, tapi
berimplikasi terhadap pembentukan ‘plek’ pada dinding pembuluh nadi (suatu
proese yang disebut arteosclerosis, atau pengerasan pembuluh), bahkan dapat
mengakibatkan penyumbatan. Gejala ini penting terutama dalam pembuluh yang
memasok darah ke jantung. Penyumbatan pada pembuluh ini menimbulkan kerusakan
jantung, yang pada gilirannya dapat menimbulkan kematian akibat serangan
jantung.
Steroid terdapat hampir dalam
semua tipe kehidupan. Dalam binatang banyak steroid bertindak sebagai hormon.
Steroid ini, demikian pula steroid sintetik digunakan meluas sebagai bahan
obat.
Isolasi
steroid
Serbuk kering kulit batang A.
Marmelos diekstraksi dengan cara maserasi dengan metanol. Ekstrak metanol
dipekatkan kemudian difraksinasi dengan menggunakan n-heksana dan masing- masing
diuji steroid. Ekstrak n-heksana merupakan fraksi yang positif steroid kemudian
dipisahkan dengan cara kromatografi kolom menggunakan fase diam silika gel dan
dielusi secara isokratik menggunakan eluen n- heksan- kloroform (7:3). Semua
fraksi dilakukan analisis menggunakan kromatografi lapis tipis. Fraksi yang
sama digabungberdasarkan pola noda yang sama dan diuji steroid. Fraksi yang positif
steroid (vial 15-22) menghasilkan kristal dan rekristalisasi dengan menggunakan
metanol p.a sampai diperoleh steroid yang murni. Uji kemurnian dilakukan dengan
menggunakan KLT. Penentuan struktur molekul isolat murni dilakukan dengan
menggunakan spektrofotometer inframerah dan spektrofotometer NMR-H.
Isolat murni yang diperoleh dari
fraksi n- heksana sebanyak 18 mg berupa kristal berwarna putih berbentuk jarum
dengan titik leleh 170- 171°C. Uji fitokimia dengan menggunakan pereaksi Liebermann-Burchard memberikan
warna hijau, menunjukkan bahwa isolat tersebut positif steroid.
Identifikasi
struktur steroid
Identifikasi struktur
steroid yang terkandung dalam ekstrak Spektrum inframerah (Gambar 1) menunjukkan bahwa isolat menyerap pada
bilangan gelombang yang karakteristik yaitu n 3429,6 cm-1 yang diduga adalah serapan uluran untuk gugusO-H (3200-3550
cm-1).
Dugaan ini diperkuat oleh adanya
serapan pada daerah bilangan gelombang n 1054,2 cm-1 yang menunjukkan uluran C-OH siklik (990-1060 cm-1).
Pita serapan ini memberikan gambaran bahwa senyawa isolat merupakan suatu
senyawa siklik (steroid) yang mengandung gugus OH. Adanya pita tajam dengan
intensitas kuat pada bilangan gelombang n 2956,5 cm-1 merupakan uluran C-H dari CH3 dan pada
bilangan gelombang n 2871,6 cm -1 merupakan uluran C-H dari CH2 . Hal ini
diperkuat dengan adanya serapan pada bilangan gelombang γ 1371, 2cm-1 yang
menunjukkantekukan C-H dari CH3(1355-1395 cm-1) dan
bilangan gelombang γ 1460, 1cm-1 yang menunjukkan tekukan C-H dari
CH2 (1405-1 465cm-1). Pita serapan pada daerah
bilangan gelombang n 1654,9 cm-1 ditimbulkan dari gugus C=C non konjugasi (1620-1680
cm-1). Pita serapan pada bilangan gelombang γ 969,3cm-1 dan γ 835,
5cm-1 menunjukkan tekukan =C-H dari D22 dan D5. Dari data inframerah diinterpretasikan bahwa
senyawa isolat mengandung inti siklik, adanya gugushidroksi (OH), dan ikatan
rangkap (ena).
Spektrum NMR-1 H
(Gambar 2) menunjukkan adanya terdapat dua singlet pada δH1,259 dan
δH 1,059 yang diduga merupakan group metal pada C-19 dan C-18.
Doublet pada δH 5,323; 5,372 dihasilkan oleh proton padaD22 sedangkan triplet pada δH5,092
dihasilkan oleh proton pada C-6.
Suatu multiplet yang terjadi pada
δH3,25-3,90 dihasilkan oleh proton aksial pada C-3. Bila
dibandingkan dengan spektrum NMR-1H standar senyawa sterol, spektrum
ini miripdengan senyawa stigmasterol seperti terlihat pada Gambar 3
BAB III
KESIMPULAN
Dari hasil Uji fitokimia terhadap kulit batang Aegle marmelos fraksi vial
15-22 dengan pereaksi Liebermann-Burchard memberikan warna hijau, menunjukkan
bahwa isolat merupakan senyawa steroid. Dari keseluruhan data spektrum yang diperoleh disarankan bahwa senyawa
hasil isolasi adalah senyawa steroid golongan sterol yang memiliki gugus ena
terkonjugasi. Spektrum NMR-1H yang mirip dengan spektrum database stigmasterol
sehingga struktur molekul senyawa yang disarankan adalah sebagai berikut :
DAFTAR PUSTAKA
Balasurbramamia
G, et al.2007. Scereening the antiviral activity of indian medicinal palnts
againts white syndrom virus in shirmp,Aquaculture.
Cole.A.R.H.1963.
Aplication of Infrared spectroscopy dalam Eluciadation of Structures by Pycical
and Clemical Methodes. Part One , John Wiley & Sons , New York .
Harborne,
J.B., T.J. Mabry, and H. Mabry. 1975. The Flavonoid. London: Chapman and
Hall.
Harborne,
J.B. 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Penerjemah:
Padmawinata, K. Terbitan kedua. Bandung: Penerbit ITB.
Markham,
K.R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Penerjemah: Padmawinata, K.
Bandung: Penerbit ITB.
Sastrohamidjojo, 1997. Obat asli Indonesia. Dian Rakyat Jakarta
Rana.B.K .Singh .UP.1997. Antifungal activity and kinetic in inhibitor by
esential oil isolate from leaves of Aegle
marmelos. Journal Ethnophamacology.
Shakaranath et al. 2007. Analgesic activity of metanol extract of Aegle marmelos leaves. Fitoterpia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar